MAKALAH
“SARUNG”
Disusun oleh :
Gilang Ahmad Munawar
(NIM. 1622116003)
TEKNIK INDUSTRI / S-1
UNIVERSITAS BANDUNG RAYA
2016/2017
DAFTAR ISI
Cover………………………………………………………………………………….….……i
Daftar Isi……………………………………………………………………………….….…..ii
Kata pengantar…………………………………………………………………………..…..iii
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………………………....1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….…1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….…..1
1.3 Sistematika Penulisan………………………………………………………….1
BAB II : PEMBAHASAN…………………………………………………………….….……2
2.1 Sarung..............……………………………………………………….….……2
2.2 Sejarah Sarung......................……………………………………….….……2
2.3 Motif Sarung…………………….......................…………………….….……3
2.4 Sarung Di Berbagai Negara……………..............................……….….…..3
2.5 Jenis-Jenis Sarung Pada Setiap Daerah Di Indonesia….…...............…..4
2.5.1 Sarung Tenun Goyor……………………………………....….….…...4
2.5.2 Sarung Tenun Khas Bali…………….……………………….….…….4
2.5.3 Sarung Sutera Bugis………….........……………………….….……..5
2.5.4 Sarung Tenun Tradisional Samarinda……..……………….…..……5
2.5.5 Sarung Khas Suku Batak (Sarung Ulos)….............……..…….…...5
2.5.6 Sarung Khas Gresik…………......................................……….…....6
2.6 Cara Pembuatan Kain Sarung............................................……….….…..6
BAB III : PENUTUP……………………………………………………….…......................9
3.1 KESIMPULAN……………………………………………………….….........9
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….…...................10
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang sarung.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari beberapa sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang sarung ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Bandung, 01 Maret 2017
|
Penyusun,
|
Gilang Ahmad Munawar
|
NIM. 1622116003
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pengertian busana internasional, sarung (sarong) berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah).
Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan: katun, poliester, atau sutera. Penggunaan sarung sangat luas, untuk santai di rumah hingga pada penggunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Darimanakah sarung itu berasal?
2. Adakah perbedaan sarung pada setiap daerah?
3. Bagaimanakah cara pembuatan sarung itu sendiri?
1.3 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan tinjauan dari beberapa sumber yang berkompeten tentang sarung.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SARUNG
Sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti pipa/tabung. Ini adalah arti dasar dari sarung yang berlaku di Indonesia atau tempat-tempat sekawasan. Dalam pengertian busana internasional, sarung (sarong) berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah).
Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan: katun, poliester, atau sutera. Penggunaan sarung sangat luas, untuk santai di rumah hingga pada penggunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan. Pada umumnya penggunaan kain sarung pada acara resmi terkait sebagai pelengkap baju daerah tertentu.
2.2. SEJARAH SARUNG
Menurut catatan sejarah, sarung berasal dari Yaman. Sarung awalnya digunakan suku badui yang tinggal di Yaman. Sarung dari Yaman itu berasal dari kain putih yang dicelupkan ke dalam neel yaitu bahan pewarna yang berwarna hitam.
Penggunaan sarung telah meluas, tak hanya di Semenanjung Arab, namun juga mencapai Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, hingga Amerika dan Eropa. Sarung pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke 14, dibawa oleh para saudagar Arab dan Gujarat. Dalam perkembangan berikutnya, sarung di Indonesia identik dengan kebudayaan Islam. Sarung menjadi salah satu pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi. Oleh karena itu, sarung sering dikenakan untuk sholat di masjid. Laki-laki mengenakan atasan baju koko dan bawahan sarung untuk sholat, begitu pula wanita mengenakan atasan mukena dan bawahan sarung untuk sholat.
Pada zaman penjajahan Belanda, sarung identik dengan perjuangan melawan budaya barat yang dibawa para penjajah. Kaum santri merupakan masyarakat yang paling konsisten menggunakan sarung, sedangkan kaum nasionalis abangan hampir meninggalkan sarung. Sikap konsisten penggunaan sarung juga dijalankan oleh salah seorang pejuang yaitu KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang tokoh penting di Nahdhatul Ulama (NU). Suatu ketika, KH Abdul Wahab Hasbullah pernah diundang Presiden Soekarno. Protokol kepresidenan memintanya untuk berpakaian lengkap dengan jas dan dasi. Namun, saat menghadiri upacara kenegaraan, ia datang menggunakan jas tetapi bawahannya sarung. Padahal biasanya orang mengenakan jas dilengkapi dengan celana panjang. Sebagai seorang pejuang yang sudah berkali-kali terjun langsung bertempur melawan penjajah Belanda dan Jepang, Abdul Wahab tetap konsisten menggunakan sarung sebagai simbol perlawanannya terhadap budaya Barat. Ia ingin menunjukkan harkat dan martabat bangsanya di hadapan para penjajah.
2.3. MOTIF SARUNG
Sarung untuk pakaian daerah dapat pula dibuat dari bahan tenun ikat, songket, serta tapis. Masing-masing jenis bahan sarung tersebut berasal dari daerah yang berbeda di Indonesia. Sarung dari NTT, NTB, Sulawesi, dan Bali menggunakan bahan yang terbuat dari tenun, sedangkan songket, sangat identik dengan ciri khas adat Minangkabau dan Palembang. Sementara tapis adalah kain khas yang berasal dari Lampung.
Sarung yang terbuat dari tenun menggunakan motif yang sederhana, cenderung lebih bermain warna, dibanding motif yang 'ramai'. Sedangkan tapis dan songket, sekilas akan terlihat sama. Motif tapis memiliki unsur alam seperti flora dan fauna, sedangkan motif songket, terlihat lebih meriah dengan motif yang mengisi seluruh isi bahan. Persamaan keduanya adalah terbuat dari benang emas dan perak.
Motif kain sarung yang umum adalah garis-garis yang saling melintang (kotak-kotak). Nilai filosofisnya adalah setiap melangkah baik ke kanan, kiri, atas ataupun bawah, akan ada konsekuensinya. Hal ini juga serupa pada gradasi bermotif papan catur seperti sarung bali. Saat kita berada di titik putih, melangkah ke manapun, perbedaan menghadang.
2.4. SARUNG DI BERBAGAI NEGARA
Sarung di Yaman dikenal dengan nama futah, izaar, wazaar atau ma'awis. Di Oman, sarung dikenal dengan nama wizaar. Orang Arab Saudi mengenalnya dengan nama izaar.
Tekstil merupakan industri pelopor di era Islam. Pada era itu, standar tekstil masyarakat Muslim di Semenajung Arab sangat tinggi. Industri tekstil di era Islam memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Barat.
Sarung telah menjadi pakaian tradisonal masyarakat Yaman. Hingga kini, tradisi itu masih tetap melekat kuat. Sarung Yaman menjadi salah satu oleh-oleh khas tradisional dari Yaman.Orang-orang yang berkunjung ke Yaman biasanya menjadikan sarung sebagai buah tangan. Sarung Yaman terdiri dari beberapa variasi, diantaranya model assafi, al-kada, dan annaqshah. Sebenarnya di dunia Arab, sarung bukanlah pakaian yang diidentikkan untuk melakukan ibadah seperti sholat. Bahkan di Mesir sarung dianggap tidak pantas dipakai ke masjid maupun untuk keperluan menghadiri acara-acara formal dan penting lainnya. Di Mesir, sarung berfungsi sebagai baju tidur yang hanya dipakai saat di kamar tidur.
2.5. JENIS-JENIS SARUNG PADA SETIAP DAERAH DI INDONESIA
2.5.1. Sarung Tenun Goyor
Sarung Tenun Goyor berasal dari desa sederhana yaitu desa Troso di Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, sarung tenun goyor yang dihasilkan warga troso mampu mencapai daratan Afrika dan Timur Tengah dari berbagai corak dan ragam sarung tenun goyor.
Sarung goyor ini berasaldari benang rayon (rayon yarn) R20s, R40/2, R60/2 (full rayon), warnanya tidak mudah luntur, ukuran sarung besar dan nyaman dipakai.
2.5.2. Sarung Tenun Khas Bali
Sarung tenun Poleng ( Kain Poleng ) sudah menjadi bagian dari kehidupan religius umat Hindu di Bali. Kain itu digunakan untuk keperluan sakral dan profan. Di pura. digunakan untuk tedung (payung), umbul-umbul, untuk menghias palinggih, patung, dan kul-kul. Tidak hanya benda sakral, pohon di pura pun banyak dililit kain poleng.
Menurut penelitian, bentuk saput poleng beranekaragam. Misalnya dari segi warna, ukurannya, hiasannya, hiasan tepinya, bahan kainnya, dan ukuran kotak-kotaknya. Berdasarkan warnanya, ada kain poleng yang disebut rwabhineda (hitam dan putih), sudhamala (putih, abu-abu, hitam), dan tridatu (putih, hitam, merah). kain poleng ini muncul dan digunakan umat Hindu dalam kehidupan religius, diperkirakan kain poleng yang pertama ada dan digunakan umat Hindu adalah kain poleng rwabhineda. Setelah itu barulah muncul kain poleng sudhamala dan tri datu.
2.5.3. Sarung Sutera Bugis
Produksi sarung sutera yang dalam bahasa Bugis-Makassarnya lipa sabbe, dipasok dari empat daerah masing-masing Majene, Polewali, Wajo dan Soppeng. Namun yang lebih terkenal baik dalam skala lokal maupun nasional, bahkan mancanegara adalah sarung sutera dari Kabupaten Wajo. Pasalnya, baik corak maupun kualitasnya memiliki keunggulan yang lebih dibanding produksi daerah lainnya.
2.5.4. Sarung Tenun Tradisional Samarinda
Sebagian besar penduduk Samarinda Seberang adalah bersuku Bugis, maka kebudayaan Bugis sangat terasa kental di daerah ini. Salah satu pengaruh Bugis yang telah dikenal luas adalah “Kerajinan Tenun Sarung Samarinda”.
Pengrajin tenun sarung Samarinda yang bersuku Bugis, tersebar pada Kelurahan Baqa dan Masjid. Sarung Samarinda terbuat dari benang sutra yang berasal dari China yang kemudian diolah agar menjadi kuat. Benang tersebut kemudian ditenun dengan menggunakan alat tradidional yang disebut “gedokan” atau menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Satu buah sarung membutuhkan pengerjaan hingga selama sekitar 3 minggu.
2.5.5. Sarung Khas Suku Batak (Sarung Ulos)
Ulos atau sering juga disebut kain ulos adalah salah satu busana khas Indonesia. Ulos secara turun temurun dikembangkan oleh masyarakat Batak, Sumatera. Dari bahasa asalnya, ulos berarti kain.
Pada mulanya fungsi Ulos adalah untuk menghangatkan badan, tetapi kini Ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal lain dalam segala aspek kehidupan orang Batak. Contohnya ulos dianggap sebagai pengikat kasih sayang diantara sesama . Ulos tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak. Setiap ulos mempunyai ‘raksa’ sendiri-sendiri, artinya mempunyai sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan dengan hal atau benda tertentu. Dikalangan orang batak sering terdengar mengulosi yang artinya memberi Ulos, atau menghangatkan dengan ulos. Dalam kepercayaan orang-orang Batak, jika (tondi) pun perlu diulos, sehingga kaum lelaki yang berjiwa keras mempunyai sifat-sifat kejantanan dan kepahlawanan, dan orng perempuan mempunyai sifat-sifat ketahanan untuk melawan guna-guna dan kemandulan.
Warna dominan pada ulos adalah merah, hitam, dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak. Mulanya ulos dikenakan di dalam bentuk selendang atau sarung saja, kerap digunakan pada perhelatan resmi atau upacara adat Batak, dalam hal mengulosi, ada aturan yang harus dipatuhi, antara lain orang hanya boleh mengulosi mereka yang menurut kerabatan berada dibawahnya, misalnya orang tua boleh mengulosi anak, tetapi anak tidak boleh mengulosi orang tua. Jadi dalam prinsip kekerabatn Batak yang disebut ‘Dalihan Na tolu’, yang terdiri atas unsur-unsur hula-hula boru, dan dongan sabutuha, seorang boru sama sekali tidak dibenarkan mengulosi hula-hulanya. Ulos yang diberikan dalam mengulosi tidak boleh sembarangan, baik dalam macam maupun cara membuatnya.
2.5.6. Sarung Khas Gresik
Sarung tenun tradisional khas Gresik Jawa Timur di kenal kaya motif dan corak. Dengan mempertahankan proses penenunan yang masih tradisional, sarung tenun tersebut memiliki tempat tersendiri di kalangan masyarakat. Seni kerajinan sarung tenun yang berwarna warni dan kaya akan motif ini, masih di kerjakan secara tradisional.
Motif dan corak khas sarung tenun Gresik adalah warnanya timbul dengan corak beragam diantaranya corak kembang, garis-garis, gunungan, hingga corak laut biru dengan 3 jenis kain, yakni sutera, fiber dan sisir 70.
Pembuatan sarung dengan peralatan tradisional ini menciptakan hasil yang maksimal. Keistimewaan dari sarung tenun ini adalah pada kualitas benang serta nilai seni yang tetap memperlihatkan ciri khas natural berupa motif kembang dan hiasan alam lainnya.
Motif dan corak khas sarung tenun Gresik adalah warnanya timbul dengan corak beragam diantaranya corak kembang, garis-garis, gunungan, hingga corak laut biru dengan 3 jenis kain, yakni sutera, fiber dan sisir 70.
Pembuatan sarung dengan peralatan tradisional ini menciptakan hasil yang maksimal. Keistimewaan dari sarung tenun ini adalah pada kualitas benang serta nilai seni yang tetap memperlihatkan ciri khas natural berupa motif kembang dan hiasan alam lainnya.
2.6. CARA PEMBUATAN KAIN SARUNG
1. Proses Pengelosan
a. Benang sutera diurai terlebih dahulu
b. Benang sutera dimasukkan ke roda pengelosan
c. Benang digulung kedalam bentuk rol-rol kecil dengan mesin elektrik
2. Proses Pemedangan
a. Setelah benang di kelos dan berbentuk rol maka rol disusun dalam tangga rol ± 80 roll
b. Pemasangan alat pedang
c. Benang dipedang 3 putaran 360º dan per sab diikat dengan tali rafia
3. Proses Proses penggambaran sketsa
a. Pembuatan sketsa gambar dilakukan dengan menggunakan tinta biasa, dengan bantuan alat yakni penggaris
b. Sketsa dibuat berdasarkan permintaan pembeli
4. Proses Pewarnaan sketsa/penggosokan gambar
a. Menyiapkan takaran warna yang akan digunakan
b. Memanaskan air dan dicampur dengan pewarna yang telah ditakar sebelumya kedalam mangkuk kecil
c. Benang yang telah dibuat sketsa kemudian digosok/diwarnai sesuai sketsa dan pemilihan warna disesuaikan dengan permintaan
d. Proses pewarnaan menggunakan alat kikir sebagai alat gosok
5. Proses Pengikatan benang
a. Benang diikat dengan tali sesuai dengan pola yang telah diwarnai dan tali dipotong kecil-kecil
b. Setelah diikat kecil-kecil benang dilepas dari alat pedang sebelum dibawa ke proses pewarnaan benang
6. Proses Pewarnaan benang
a. Takar bubuk pewarna benang sesuai takaran yang digunakan
b. Masukkan bubuk pewarna ke dalam air panas
c. Benang dicelup sebentar di air panas tanpa warna terlebih dahulu agar air cepat meresap ke benang
d. Angkat benang dan masukkan ke dalam air panas yang bercampur warna direndam selama 15-30 menite. Setelah selesai direndam benang diangkat lalu dicuci ke dalam air bersih biasa sampai sisa-sisa pewarnaan hilang
e. Benang lalu ditiriskan sebelum dijemur
7. Proses Pengeringan/penjemuran
a. Benang digantung dan diangin –anginkan sebelum dijemur
b. Benang selanjutnya dijemur di atas sinar matahari digantung pada bambu sampai kering
c. Sebagian benang menggunakan alat bantu pemeras air yakni benang ditarik perlahan dan dikencangkan pada bidang kayu lalu dijemur
d. Benang di bolak-balik agar pengeringannya rata
8. Proses Pelepasan ikatan benang
a. Benang yang sudah dikeringkan
b. Kemudian dilepas ikatan talinya, dengan menggunakan pisau kecil
9. Proses Pengelosan benang corak
a. Benang yang sudah kering dan dilepas ikatan talinya kemudian di kelos (digulung) untuk memasukkan benang ke dalam rol plastik untuk proses pengebooman dan rol-rol kayu untuk proses penenunan sesuai warna untuk memudahkan proses pengebooman.
10. Proses Penyekiran
a. Setelah menjadi gulungan, benang diletakkan dalam tangga rol untuk diproses menjadi boom benang
b. Setelah itu gulungan benang diproses di alat pengebooman benang dengan dilapisi koran untuk memisahkan antara gulungan benang dengan gulungan benang yang lain
11. Proses Penenunan
a. Gulungan benang yang disebut boom dipasang pada alat tenun
b. Setelah dipasang di alat tenun kemudian benang ditenun dengan menggunakan alat tenun dan alat yang disebut peluru sebagai alat penyulam benang
c. Jika dalam proses penenunan benang habis atau ganti corak, maka benang tersebut disambung atau digrayung yakni penyambungan dengan cara diplintir antara bagian ujung benang yang akan disambung
d. Kain tenun yang sudah jadi digulung di rol tenun
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti pipa/tabung. Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan: katun, poliester, atau sutera. Menurut catatan sejarah, sarung berasal dari Yaman. Sarung awalnya digunakan suku badui yang tinggal di Yaman. Sarung di Yaman dikenal dengan nama futah, izaar, wazaar atau ma'awis. Di Oman, sarung dikenal dengan nama wizaar. Orang Arab Saudi mengenalnya dengan nama izaar. Di Indonesia ada berbagai macam jenis sarung yang diantaranya sarung tenun goyor, sarung tenun khas bali, sarung sutera bugis, sarung tenun tradisional samarinda, sarung khas suku batak (sarung ulos), sarung khas gresik.
Tekstil merupakan industri pelopor di era Islam. Pada era itu, standar tekstil masyarakat Muslim di Semenajung Arab sangat tinggi. Industri tekstil di era Islam memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Barat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill, Islamic Technology: An Illustrated History
2. Ensiklopedia Britanica